Senin, 09 Maret 2015

KARYA SENI TARI BERPASANGAN

Karya Seni Tari Berpasangan

Tari berpasangan adalah bentuk tari yang ditampilkan secara berpasangan. Bentuk tari ini biasa ditampilkan oleh dua orang dengan komposisi putra-putri, putra-putra, atau putri-putri. Ada perbedaan antara penyajian tari tunggal dan tari berpasangan. Perbedaan itu terletak pada pola ruang, perhatian terhadap kawan, dan respon antar penari.
Kebebasan penari berpasangan untuk mengolah ruang dibatasi oleh penari lainnya. Untuk itu, yang perlu diperhatikan oleh seorang penari adalah pola penyusunan ruang tari. Hal yang harus dihindari adalah terjadinya tabrakan karena ruang yang sangat sempit atau masing-masing penari kurang memperhatikan penari lainnya. Tari berpasangan ini harus mencerminkan ikatan yang kuat, kompak, saling berinteraksi, dan saling mengisi antara penari yang satu dengan yang lain.
Tari berpasangan biasanya bertema percintaan atau peperangan. Tari bertema percintaan menggambarkan kasih sayang antara dua orang lain jenis yang dituangkan dalam ragam gerak tari yang indah dan berakhir  dengan kegembiraan.
 Contoh : Tari Karonsih dari Jawa Tengah. Tari ini menggambarkan seorang wanita yang  ditinggal kekasihnya untuk melakukan tugas dalam waktu yang lama. Penari wanita menampilkan ekspresi sedih. Tari ini berakhir dengan kegembiraan setelah keduanya saling berjumpa. Tari ini ditampilkan dalam gaya dan busana khas Surakarta.
 Tari bertema pasangan menggambarkan dua orang sejenis atau lain jenis yang sedang mengadu senjata dengan proferti berupa keris., tombak, panah, dan tameng yang berakhir dengan kemenangan atau kekalahan.
Contoh : Tari Gantar, dari Kalimantan. Tari Gantar adalah jenis tari peperangan yang dibawakan oleh sepasang muda-mudi. Penari menggunakan properti berupa tongkat, tameng, dan pedang sebagai alat aksesoris busana. Tari ini diiringi gitar dan dawai.
Contoh-contoh tari berpasangan Nusantara, antara lain : Tari Cokek (Betawi), Tari Jaipong (Jawa Barat), Tari Lambangsih (Jawa Tengah), Tari Panji Asmara Bangun (Yogyakarta), Tari Oleg Tamulilingan (Bali), Tari Payung (Sumatra Barat), Tari Joget Lambak (Riau), dan Tari Maengket (Sulawesi Utara), Tari Kecak (Bali), Tari Saman Meuseukat  (Aceh), Tari Selampit (Jambi), dan Tari Tor-Tor (Batak).
1.      TARI JAIPONG
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/26/Jaipongan.jpg/193px-Jaipongan.jpgTari ini diciptakan oleh seorang seniman asal BandungGugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk TiluKliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaanpencugannibakeun dan beberapa ragam gerakmincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaanPriangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebabkendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (KarawangBekasiPurwakarta,Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.




2.      TARI COKEK
Jenis kesenian Betawi dengan iringan gambang kromong. Kata cokek berasal dari bahasa Cina, cukin, yaitu selendang yang panjangnya kurang dari satu meter yang dipakai oleh para penari wanita untuk menggaet pasangannya. Berdasarkan beberapa keterangan, tari Cokek dahulu dikembangkan oleh para tuan tanah Cina dan sampai menjelang PD II kelompok tari ini masih dimiliki oleh orang-orang Cina peranakan. Ada pula yang mengartikan 'cokek' sebagai "penyanyi yang merangkap penari" dan biasanya cokek dipanggil untuk memeriahkan suatu hajatan, saat kenduri, atau perayaan. Para cokek disamping menyemarakkan suasana pesta dengan nyanyian dan tarian, mereka juga membantu para tamu dalam perjamuan, misalnya menuangkan minuman, menambah nasi atau lauk-pauk dengan sikap luwes.
Pada perkembangan selanjutnya, cokek diartikan sebagai tarian pergaulan yang diiringi oleh orkes gambang kromong dengan penari-penari wanita yang disebut "wayang cokek" dengan mendapat imbalan uang. Para tamu diberi kesempatan untuk ikut menari bersama, berpasangan dengan para cokek. Orang Betawi menyebutnya "ngibing cokek". Selama ngibing, biasanya mereka juga sambil minum-minuman keras untuk menambah semangat menari.
Sebelum dimulai, lebih dahulu disajikan wawayangan, di mana para penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kramong. Tangannya merentang setinggi bahu mengikuti gerakan kaki. Setelah itu, para penari mengajak para penonton untuk menari bersama. Caranya yaitu dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila tamu yang diserahi selendang bersedia menari, mulailah penari dan tamu itu ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasangan berhadapan dengan jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya, pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa, pasangan-pasangan itu dapat melakukan gerakan memutar. Setelah selesai ngibing, para pengibing pria memberi imbalan uang kepada penari cokek.
Tarian cokek berpasangan menampilkan gerak-gerak lucu, yaitu saling memegang dagu, memegang telinga, memegang bahu dan saling menunjuk hidung. Gerak-gerak humor tersebut dilakukan sambil goyang pinggul secara bergantian dan menurun berangsur-angsur hingga mendekati tanah. Susunan geraknya adalah lenggang, mincid, obah taktak, baplang, kedet dan goyang pinggul serta cindek, walaupun tarian itu sebenarnya berasal dari tarian Cina, namun tampak banyak dipengaruhi gerak tari Sunda. Penari wanita mengenakan sanggul, baju singhay, kain batik, kebaya pendek, selendang cukin, ikat pinggang dan selop. Perhiasannya berupa pita, tusuk sanggul, kalung, giwang, gelang serta cincin. Sedangkan pakaian penari laki-laki terdiri atas peci, kemeja polos, kain sarung, kemeja batik, celana pangsi serta jam tangan. Warna pakaian yang dikenakan bisa warna kontras atau serasi.
Busana para penari cokek berupa baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutra berwarna mencolok, seperti merah menyala, hijau ungu, kuning, dan sebagainya. Di ujung sebelah bawah celana biasanya diberi hiasan dengan kain yang serasi. Selembar selendang panjang terikat di pinggang dengan kedua ujungnya terjurai ke bawah. Rambut penari tersisir rapi ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan dengan bentuk yang tidak terlalu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang. Kemudian diberi hiasan benang wol yang dikepang atau dirajut, yang menurut istilah setempat disebut 'burung hong'. Istilah burung hong diperkirakan berasal dari pembasteran kata feng huang yang berasal dari bahasa Hakka, Cina daratan. Feng huang adalah burung mitologis, semacam burung pheonix yang dipercaya sebagai burung pembawa keberuntungan.
3.      TARI LAMBANGSIH
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg91uKxEcIX_KfT116m1S6MUz8at4X_mqJIGzsAW7pFORp-wnb5v0w6-sEL1AY2ImeBLBwXWMjaCtf8XJzcih4C6LnF98E8dfE9miNetUuP2FVpZeH67E4vsFpSPwLM34Fqf9b5o6jmiiE/s1600/sakri.JPGMerupakan bentuk tari berpasangan yang melambangkan cinta kasih dua orang berlainan jenis sebagai salah satu untuk kepentingan ritual perkawinan.  Berbentuk pasihan, di antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang menggambarkan percintaan. sarat dengan nasehat, tergambar dalam koreografi yang ditata sedemikian rupa oleh seorang empu  Keraton Kasunanan Surakarta. Kesan yang muncul dalam tarian,
memberikan nasehat yang diharapkan dapat diserap sebagai petuah yang
berisi pendidikan kepada penganten disamping sebagai hiburan bagi yang
hadir. Pesan yang diungkapkan dalam tarian
dapat ditangkap
oleh semua orang dengan kedalaman arti yang berbeda tergantung
kecerdasan estetika penikmat seni.
4.      TARI MAENGKET
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6pcldVWH3_CABG_99YDcAu4srKJLToCgXym9y3-mr4xTWqT8HHvaOeEC5rKwOukhg4JArCAp8B6DIn1riHqwkD9veowG2yEkQXBn16O6zJ3DL5d_1dFdDsHlYqB9Qeo9OsJUAtT7A7r68/s1600/MAENGKET+%25281%2529.jpgTari Maengket adalah tari tradisional suku Minahasa (orang Sulawesi Utara) yang dari Zaman dulu kala sampai saat ini masih berkembang. Tari Maengket sudah ada ditanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian. Tarian maengket dilakukan pada saat sedang panen hasil pertanian dengan gerakan-gerakan sederhana. Sekarang tarian Maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tarinya tanpa meninggalkan keasliannya. Kata maengket terdiri dari awalan ma dengan kata dasar engket. Kata ma berarti sedang melaksanakan dan engket artinya mengangkat tumit naik turun sesuai lagu.
Maengket juga merupakan paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang Minahasa, Maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana. Maengket ini dipentaskan dengan disertai nyanyian dan diiringi gendang atau tambur serta hanya dipertunjukan dalam dalam upacara tertentu seperti Makamberu, Metabak, Masambo, Melaya dan Meraba.
Pertunjukan tari maengket diawali seorang penyanyi yang akan diikuti (diulangi) oleh orang lain. Tarian ini biasanya ditampilkan 20 sampai 30 orang yang terdiri dari laki-laki dan wanita yang dibentuk berpasangan dan satu orang perempuan bertindak sebagai pemandu. Biasanya pakaian yang dikenakan berwarna cerah seperti merah, merah jambu, biru, kuning, hijau dan putih. Para penari prianya akan memakai ikat kepala berwarna merah. Tarian ini begitu dinamis, energik, dan relatif lebih bebas dari aturan. Anda akan mendapatinya masih beracu pada nilai dan gerakan asli. Maengket terdiri dari 3 babak yaitu : Maowey Kamberu, Marambak,& Lalayaan.
5.      TARI CENDRAWASIH
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizLPC89Jm5w4vR_XcvKOtrmc4m7LyZBh0B56tyJPnsdeKCE3Ze0HZ6ihHA_DJF123SFtWVkgp0cYKGtiaTGSXngYcDfmTxB_cApSkNcfa8VZR5Z072HbCjHDc2R6y5wUYdCl_m43vtZfac/s1600/images+(6).jpgTarian yang ditarikan oleh penari putri ini melukiskan kehidupan burung Cendrawasih di pegunungan Irian Jaya. Tarian cendrawasih diciptakan pada tahun 1988 oleh N.L.N. Swasthi Wijaya ( penata tari dan busana) bersama I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha ( penata tabuh ).
6.      TARI OLEG TAMULILINGAN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhe8P39KfUulEJYstVHK5PVIOlO6-ZvHFxvURqMw2LDl4MmYtbJmhxAikMgbD1jilu_L9j8O7Snh82TmrR6zGEI6YIjjoia5jnaA7_Kix9UaD4sK9vsGI8X4HFwTekW89M7GKBNYIdj4PQC/s1600/images+(7).jpgOleg dapat berarti gerakan yang lemah gemulai, sedangkan tambulilingan berarti kumbang pengisap madu bunga. Tari Oleg Tambulilingan melukiskan gerak-gerik seekor kumbang, yang sedang bermain-main dan bermesra-mesraan dengan sekuntum bunga di sebuah taman. Tarian ini sangat indah.diciptakan oleh : I Ketut Mario (1952).
7.      TARI SEKAR IBING
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLwP_gFsfKUo8sIoyDYwzF1vlUK9-TtY1vCURHWguCcKlDOtUu_4Zlr6MkvW7bylE2-ndZ02vpnLnkK4AIEaMerlDWG_p8FyD9ffnl6NMJImYI2pI9Il580bXbC_yTgcbq4XrzHfA_p70t/s1600/a.jpg
Semula tarian yang mengambarkan kehidupan yang penuh keakraban dan suka ria ini lahir sebagai tari ibing-ibingan. tarian yang ditarikan oleh 10 orang penari (5 pria dan 5 wanita) diihami oleh tari joged.
Ngibing adalah tarian bebas dalam tari Joged Bumbung (tari pergaulan) yang dilakukan bersama-sama penari joged. Tarian ini merupakan ciptaan bersama antara I Nyoman Suarsa (penata tari) dan I Ketut Gede Asnawa (penata iringan) yang mendapat kepercayaan dari pemerintah Kabupaten Badung untuk menciptakan sebuah tarian baru yang ditampilkan dalam Festival Gong Kebyar se Bali pada tahun 1983. Perubahan nama ke Sekar Ibing terjadi ketika tarian ini dikembangkan di SMKI Denpasar, setelah tarian ini mendapat sambutan yang cukup baik dari penonton.
8.      TARI LEGONG KERATON
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEin2k3M8D67Tkkz2gqHho0QRzpKYw1tSwPv9KHfAt9xpTivieunazLkpSHm8iLJeTfvXsw2lmw49nfAOgTrM9hlcBh-q5Ev5LS9835Pl-F_JUIZzOMGEW51VXKHAiUFvy6FxARdRPoDbQzE/s1600/images+(9).jpgAwal tari Legong mulai muncul pada pertengahan abad ke-17. Pada waktu iti Bali dipelintah oleh beberapa Raja. Puri adalah salah satu tempat untuk menciptakan tabuh dan tari baru dan mementaskannya pada Zaman itu. Menurut lontar Dewa Agung Karna, putra raja pertama kerajaan Sukawati pada pertengahan abad ke-17, ia melihata bayangan bidadari menari. Dari sinilah diciptakan tari Legong. Gaya tari Legong sekarang yang seperti ditarikan oleh 2 atau 3 penari perempuan di pertunjukan dimana-mana setelah abad ke-20. Cerita tari Legong diambil dari gambuh (drama tari yang mengambil tema dari Malat, sastra klasik yang menceritakan tentang perjanjian Panji, pahlawan Jawa).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar