Karya
Seni Tari Berpasangan
Tari
berpasangan adalah bentuk tari yang ditampilkan secara berpasangan. Bentuk tari
ini biasa ditampilkan oleh dua orang dengan komposisi putra-putri, putra-putra,
atau putri-putri. Ada perbedaan antara penyajian tari tunggal dan tari
berpasangan. Perbedaan itu terletak pada pola ruang, perhatian terhadap kawan,
dan respon antar penari.
Kebebasan
penari berpasangan untuk mengolah ruang dibatasi oleh penari lainnya. Untuk
itu, yang perlu diperhatikan oleh seorang penari adalah pola penyusunan ruang
tari. Hal yang harus dihindari adalah terjadinya tabrakan karena ruang yang
sangat sempit atau masing-masing penari kurang memperhatikan penari lainnya.
Tari berpasangan ini harus mencerminkan ikatan yang kuat, kompak, saling berinteraksi,
dan saling mengisi antara penari yang satu dengan yang lain.
Tari
berpasangan biasanya bertema percintaan atau peperangan. Tari bertema
percintaan menggambarkan kasih sayang antara dua orang lain jenis yang
dituangkan dalam ragam gerak tari yang indah dan berakhir dengan kegembiraan.
Contoh : Tari Karonsih dari Jawa Tengah.
Tari ini menggambarkan seorang wanita yang
ditinggal kekasihnya untuk melakukan tugas dalam waktu yang lama. Penari
wanita menampilkan ekspresi sedih. Tari ini berakhir dengan kegembiraan setelah
keduanya saling berjumpa. Tari ini ditampilkan dalam gaya dan busana khas
Surakarta.
Tari bertema pasangan menggambarkan dua orang
sejenis atau lain jenis yang sedang mengadu senjata dengan proferti berupa
keris., tombak, panah, dan tameng yang berakhir dengan kemenangan atau
kekalahan.
Contoh
: Tari Gantar,
dari Kalimantan. Tari Gantar adalah jenis tari peperangan yang dibawakan oleh
sepasang muda-mudi. Penari menggunakan properti berupa tongkat, tameng, dan
pedang sebagai alat aksesoris busana. Tari ini diiringi gitar dan dawai.
Contoh-contoh
tari berpasangan Nusantara, antara lain : Tari Cokek (Betawi), Tari Jaipong (Jawa Barat), Tari Lambangsih (Jawa Tengah), Tari Panji Asmara Bangun (Yogyakarta), Tari Oleg Tamulilingan (Bali), Tari Payung (Sumatra Barat), Tari Joget Lambak (Riau), dan Tari Maengket (Sulawesi Utara), Tari Kecak (Bali), Tari Saman Meuseukat (Aceh), Tari Selampit (Jambi), dan Tari Tor-Tor (Batak).
1. TARI
JAIPONG

Sebelum
bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi
terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaanPriangan misalnya, pada
masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari
Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi
lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari
keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari
pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan
atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya
tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu
yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda,
diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan
rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra
yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan
gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari
yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring
dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang
berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada
seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta,Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan
Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai
kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu,
eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari,
khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari
tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan
pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi
dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan
selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban
dan Pencak Silat.
Tarian
ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira
pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian
itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih
sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun
iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
2. TARI COKEK

Pada perkembangan selanjutnya,
cokek diartikan sebagai tarian pergaulan yang diiringi oleh orkes gambang
kromong dengan penari-penari wanita yang disebut "wayang cokek"
dengan mendapat imbalan uang. Para tamu diberi kesempatan untuk ikut menari
bersama, berpasangan dengan para cokek. Orang Betawi menyebutnya "ngibing
cokek". Selama ngibing, biasanya mereka juga sambil minum-minuman keras
untuk menambah semangat menari.
Sebelum dimulai, lebih dahulu disajikan
wawayangan, di mana para penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju
mundur mengikuti irama gambang kramong. Tangannya merentang setinggi bahu
mengikuti gerakan kaki. Setelah itu, para penari mengajak para penonton untuk
menari bersama. Caranya yaitu dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada
tamu yang dianggap paling terhormat. Bila tamu yang diserahi selendang bersedia
menari, mulailah penari dan tamu itu ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap
pasangan berhadapan dengan jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan.
Ada kalanya, pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup
leluasa, pasangan-pasangan itu dapat melakukan gerakan memutar. Setelah selesai
ngibing, para pengibing pria memberi imbalan uang kepada penari cokek.
Tarian cokek berpasangan
menampilkan gerak-gerak lucu, yaitu saling memegang dagu, memegang telinga,
memegang bahu dan saling menunjuk hidung. Gerak-gerak humor tersebut dilakukan
sambil goyang pinggul secara bergantian dan menurun berangsur-angsur hingga
mendekati tanah. Susunan geraknya adalah lenggang, mincid, obah taktak,
baplang, kedet dan goyang pinggul serta cindek, walaupun tarian itu sebenarnya
berasal dari tarian Cina, namun tampak banyak dipengaruhi gerak tari Sunda.
Penari wanita mengenakan sanggul, baju singhay, kain batik, kebaya pendek,
selendang cukin, ikat pinggang dan selop. Perhiasannya berupa pita, tusuk
sanggul, kalung, giwang, gelang serta cincin. Sedangkan pakaian penari
laki-laki terdiri atas peci, kemeja polos, kain sarung, kemeja batik, celana
pangsi serta jam tangan. Warna pakaian yang dikenakan bisa warna kontras atau
serasi.
Busana para penari cokek berupa
baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutra berwarna mencolok,
seperti merah menyala, hijau ungu, kuning, dan sebagainya. Di ujung sebelah
bawah celana biasanya diberi hiasan dengan kain yang serasi. Selembar selendang
panjang terikat di pinggang dengan kedua ujungnya terjurai ke bawah. Rambut
penari tersisir rapi ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan
dengan bentuk yang tidak terlalu besar, dihias dengan tusuk konde
bergoyang-goyang. Kemudian diberi hiasan benang wol yang dikepang atau dirajut,
yang menurut istilah setempat disebut 'burung hong'. Istilah burung hong
diperkirakan berasal dari pembasteran kata feng huang yang berasal dari bahasa
Hakka, Cina daratan. Feng huang adalah burung mitologis, semacam burung pheonix
yang dipercaya sebagai burung pembawa keberuntungan.
3. TARI
LAMBANGSIH

memberikan nasehat yang diharapkan dapat diserap sebagai petuah yang
berisi pendidikan kepada penganten disamping sebagai hiburan bagi yang
hadir. Pesan yang diungkapkan dalam tarian dapat ditangkap
oleh semua orang dengan kedalaman arti yang berbeda tergantung
kecerdasan estetika penikmat seni.
4. TARI MAENGKET

Maengket juga merupakan paduan
dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang terukir
dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan melihat
maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket
memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses
panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah
Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di
ladang. Kalau dulu nenek moyang Minahasa, Maengket hanya dimainkan pada waktu
panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana. Maengket ini
dipentaskan dengan disertai nyanyian dan diiringi gendang atau tambur serta
hanya dipertunjukan dalam dalam upacara tertentu seperti Makamberu, Metabak,
Masambo, Melaya dan Meraba.
Pertunjukan
tari maengket diawali seorang penyanyi yang akan diikuti (diulangi) oleh orang
lain. Tarian ini biasanya ditampilkan 20 sampai 30 orang yang terdiri dari laki-laki
dan wanita yang dibentuk berpasangan dan satu orang perempuan bertindak sebagai
pemandu. Biasanya pakaian yang dikenakan berwarna cerah seperti merah, merah
jambu, biru, kuning, hijau dan putih. Para penari prianya akan memakai ikat
kepala berwarna merah. Tarian ini begitu dinamis, energik, dan relatif lebih
bebas dari aturan. Anda akan mendapatinya masih beracu pada nilai dan gerakan
asli. Maengket terdiri dari 3 babak yaitu : Maowey Kamberu, Marambak,&
Lalayaan.
5. TARI CENDRAWASIH

6. TARI OLEG TAMULILINGAN

7. TARI SEKAR IBING
Semula tarian yang mengambarkan kehidupan yang penuh keakraban
dan suka ria ini lahir sebagai tari ibing-ibingan. tarian yang ditarikan oleh
10 orang penari (5 pria dan 5 wanita) diihami oleh tari joged.
Ngibing adalah tarian bebas dalam tari Joged Bumbung (tari pergaulan) yang dilakukan bersama-sama penari joged. Tarian ini merupakan ciptaan bersama antara I Nyoman Suarsa (penata tari) dan I Ketut Gede Asnawa (penata iringan) yang mendapat kepercayaan dari pemerintah Kabupaten Badung untuk menciptakan sebuah tarian baru yang ditampilkan dalam Festival Gong Kebyar se Bali pada tahun 1983. Perubahan nama ke Sekar Ibing terjadi ketika tarian ini dikembangkan di SMKI Denpasar, setelah tarian ini mendapat sambutan yang cukup baik dari penonton.
Ngibing adalah tarian bebas dalam tari Joged Bumbung (tari pergaulan) yang dilakukan bersama-sama penari joged. Tarian ini merupakan ciptaan bersama antara I Nyoman Suarsa (penata tari) dan I Ketut Gede Asnawa (penata iringan) yang mendapat kepercayaan dari pemerintah Kabupaten Badung untuk menciptakan sebuah tarian baru yang ditampilkan dalam Festival Gong Kebyar se Bali pada tahun 1983. Perubahan nama ke Sekar Ibing terjadi ketika tarian ini dikembangkan di SMKI Denpasar, setelah tarian ini mendapat sambutan yang cukup baik dari penonton.
8.
TARI
LEGONG KERATON

Tidak ada komentar:
Posting Komentar